Diberdayakan oleh Blogger.
Home » » Konsumtif, Negatif kah itu?

Konsumtif, Negatif kah itu?

Sebagian besar orang awam mengganggap tindakan konsumtif membawa dampak yang buruk bagi perekonomian sebuah negara. Tindakan konsumtif dianggap sebagai tindakan membuang-buang uang dan berujung pada hedonisme. Selain itu, tindakan konsumtif juga memberikan efek menurunnya kesempatan kita untuk menabung. Jauh daripada itu, yang lebih mengkhawatirkan adalah sikap konsumtif yang akan merubah nilai moral dari sebagian besar warga negara yang akan menjadi pribadi yang boros dan seakan-akan tidak memikirkan masa depan karena hanya memikirkan kebutuhan pada masa sekarang.
Tindakan konsumtif yang terjadi tidak terlepas dari peraturan pemerintah. Aturan terbaru yang tertuang di Permendag No.70 tahun 2013, diubah menjadi Permendag No.56 tahun 2014. Dalam permendag ini telah mengatur bahwa untuk toko-toko tertentu dan dibolehkan untuk tidak mengikuti peraturan tersebut yakni ada beberapa toko yang dijinkan untuk menjual produk impor diatas 20%. Alasan diperbolehkannya toko ini menjual barang impor diatas 20% untuk menghindari tindakan konsumtif dari warga di dalam negeri untuk pergi ke luar negeri berbelanja barang-barang impor. Dikhawatirkan ketika konsumen tidak mendapat barang yang diinginkan, mereka akan berbelanja di luar negeri .Hal ini, mempertimbangkan pendapatan pajak dalam negeri lebih menguntungkan jika kita menjual produk-produk impor di dalam negeri dan memperoleh pendapatan pajak dari barang-barang tersebut dibandingkan mereka harus pergi ke luar negeri untuk mendapatkan barang-barang impor. Sebenarnya dengan dikecualikannya peraturan ini untuk beberapa toko akan menyebabkan konsumsi akan barang impor yang terkesan mahal akan meningkat karena barang yang telah tersedia dengan mudah diperoleh di dalam negeri. Namun, alasan lainnya yang dikemukakan atas pengecualian peraturan ini adalah keberadaan toko-toko tersebut untuk memenuhi kebutuhan masyarakat asing yang berada di Indonesia agar mereka pun dapat memenuhi kebutuhannya yang sebelumnya sangat mudah diperoleh di negara asalnya. Dengan kata lain yang dimaksudkan oleh menteri perdagangan, Muhammad Lutfi adalah agar orang-orang asing atau turis tidak “homesick”. Dengan adanya peraturan ini, secara tidak langsung membuat konsumen untuk melakukan tindakan konsumtif apalagi barang-barang impor sebagian besar merupakan barang-barang mewah dan bermerek.
Pada dasarnya tindakan konsumtif memang lebih tertuju pada kelas menengah dimana mereka akan membeli barang-barang konsumtif ketika telah memenuhi kebutuhan utama atau primer dan selanjutnya kebutuhan sekunder dan pada akhirnya akan memenuhi kebutuhan akan barang-barang mewah. Tidak ada yang melarang untuk melakukan kegiatan konsumtif selama itu tidak merugikan dan membawa kepuasan tersendiri bagi konsumen. Namun perlu diperhatikan sikap konsumtif ini juga akan menjadi mata pisau yang berbahaya bagi kita sendiri jika sikap konsumtif ini tidak dikontrol.
Namun seperti halnya koin yang memiliki dua sisi yang tak dapat dipisahkan, selalu terdapat pro dan kontra dalam suatu masalah. Pada dasarnya tindakan konsumtif mampu mendorong perekonomian suatu negara, dengan adanya tindakan konsumtif kita dapat mendorong perilaku belanja masyarakat, apalagi pada masa krisis seperti yang terjadi pada tahun 1998, dimana sebagian masyarakat takut untuk membelanjakan uangnya. Ketika krisis berlangsung, tidak sedikit masyarakat kelas menengah atas yang membiarkan barang elektronik mereka untuk memburu beras, susu, dan kebutuhan pokok lain. Sebanyak 18 persen masyarakat Jakarta yang tadinya berada di kelas menengah turun kelas menjadi kelas bawah. Namun seiring dengan berlalunya krisis,, kelas menengah Indonesia saat ini meningkat dari 56,5 persen dari 237 juta penduduk. Kalau pada tahun 2003 berjumlah 81 juta jiwa, kini menjadi 134 juta jiwa atau tumbuh 65 persen selama sembilan tahun. Perlahan mereka bangkit lagi seiring membaiknya perekonomian dalam negeri. Kelas menengah tumbuh dengan cepat. Studi bank dunia menyebutkan kebangkitan perekonomian kita salah satunya justru diukur lewat tindakan konsumtif dari masyarakat yang semakin baik dari tahun ke tahun.
Kelas menengah yang terbentuk saat ini merupakan perpaduan berbagai unsur. Sebagian merupakan kelas menengah yang lahir dari kalangan menengah, sebagian merupakan kelompokmyag baru naik kelas dari bawah menjadi menengah dan dalam jumlah lebih sedikit adalah mereka yang diturunkan oleh orangtua kelas atas atau menengah atas. Meski sedikit, pengaruh mereka signifikan menularkan gaya hidup kepada kelas menengah untuk berperilaku konsumtif. Kelas menengah juga merupakan perpaduan antara mereka yang mengalami langsung dampak krisis ekonomi dan mereka yang ketika krisis terjadi belum memiliki tanggung jawab pekerjaan karena masih berusia 0-17 tahun. Kelompok muda inilah terutama yang kini menempati posisi sebagai warga kelas menengah atas , yang saat ini menjadi kelompok paling antusias membeli barang mewah. Hanya sekitar 2 persen dari kelompok muda kaya yang tidak memiliki gadget pintar (smartphone) sekelas Blackberry,iPhone, atau Samsung Galaxy selebihnya memiliki satu, dua , atau tiga ponsel cerdas dan mahal ini. Sikap konsumtif yang sempat tertahan ketika krisis ekonomi telah menemukan kegairahan kembali, bahkan sangat pesat. Hal ini tercermin dari penjualan barang konsumsi. Penjualan roda dua meningkat rata-rata 19,2 persen per tahun selama satu dekade terakhir. Pinjaman dana untuk kendaraan dari perbankan tumbuh 29,33 persen per akhir januari 2012, pertumbuhan pasar elektronik pun mencapai 17 persen yang sebagian dipicu pembelian ponsel.
Sebenarnya banyak hal positif yang dapat diambil dari tindakan konsumtif diantaranya melalui tindakan konsumtif kita mendorong masyarakat untuk lebih bekerja keras memperoleh pendapatan yang layak bahkan tinggi agar dapat membelanjakan sesuatu yang diinginkan. Tindakan konsumtif pada dasarnya dilakukan ketika kita telah mampu untuk memenuhi kebutuhan pokok. Bagi produsen efek dari tindakan konsumtif sangatlah baik, karena semakin banyak masyarakat melakukan tindakan konsumtif maka semakin banyak permintaan yang akan dipenuhi oleh produsen yang juga akan berdampak pada penambahan tenaga kerja(lapangan pekerjaan).
Selain itu, tindakan konsumtif akan meningkatkan daya saing dari berbagai produsen karena setiap perusahaan atau produsen dituntut untuk terus mengembangkan produk yang ada dengan terus melakukan inovasi yang ada demi mempertahanakan dan mengmbangkan pangsa pasar(konsumen) serta agar konsumen tidak bosan dengan produk yang ada dan terus malakukan tindakan konsumtif berkelanjutan.
Terdengar sangat buruk jika produsen menginginkan tingkat konsumtif yang tinggi namun, hal tersebut tidak dapat terlepas dalam kehidupan sehari-hari, tindakan tersebut timbul dengan alami dari masing-masing pribadi kita yang pada dasarnya memiliki sikap konsumtif. Apalagi ketika kita melihat barang atau jasa yang menarik dan terlihat mahal. Sikap konsumtif berpengaruh besar terhadap perekonomian suatu negara, kenaikan pendapatan suatu negara diukur dengan tingkat konsumtif dari negara tersebut hal ini sesuai dengan rumus Y=C+S. Jadi, semakin tingginya pendapatan dari suatu negara dilihat dari tindakan konsumtif dari negara tersebut. Walaupun terdapat faktor lain yakni s atau tabungan namun sebagian besar faktor yang mempengaruhi y atau pendapatan adalah c atau konsumsi.


Melakukan tindakan konsumtif tidaklah sepenuhnya salah karena tindakan tersebut telah ada pada diri kita masing-masing sebagai makhluk yang selalu ingin memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun, ada baiknya tindakan konsumtif tersebut dibatasi dan tidak berujung pada tindakan hedonisme yang akan merusak nilai moral bangsa. Cepat bosan memang akan menjadi ciri dari sikap konsumtif namun menjadi hal positif tersendiri bagi konsumen (kemauan untuk memperoleh penghasilan yang layak) maupun produsen (untuk selalu menciptakan produk baru dengan variasinya). Sebagai saran penutup dari artikel ini, ada baiknya tindakan konsumtif yang berlebihan dialihkan pada perilaku untuk melakukan investasi yang sedang berkembang dengan baik di Indonesia dan menjadi peluang bisnis seperti investasi pada saham dan properti. Konsumtif tidaklah negatif sepenuhnya, hanya bagaimana kita menikmati dan memanfaatkan tindakan konsumtif tersebut.

Serlina Kiik Lau
3203013134

0 komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog