Kebijakan Upah Minimum Regional terhadap Perekonomian Indonesia

Kebijakan Upah Minimum Regional terhadap Perekonomian Indonesia

Saat ini topic yang paling hangat diperbincangkan dan tak kalah menariknya di masyarakat selain tentang kenaikan atau penyesuaian harga BBM (Bahan Bakar Minyak) ialah tentang Kebijakan Upah Minimum Regional buruh seluruh Indonesia. Pemerintah daerah harus mampu mengkalkulasi secara efektif dan efisien berapa kira-kira besaran UMR (Upah Minimum Regional) secara netral tanpa mengorbankan salah satu pihak yakni antara kaum buruh dengan para pengusaha. Salah perhitungan sedikit saja akan fatal dampaknya bagi perekonomian daerah tersebut dan bahkan bisa mengganggu stabilitas perekonomian pusat dan dikhawatirkan akan menyebabkan terganggunya perekonomian Indonesia. Oleh karena itu dalam penetapan Upah Minimum Regional harus berdasarkan pada hasil survey KHL (Kebutuhan Hidup Layak) yang dilakukan oleh Dewan Pengupahan yang terdiri dari perwakilan serikat pekerja, pengusaha, pemerintah, dan pihak netral yang berasal dari akademisi.

Apa itu KHL? KHL ialah standar kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seorang pekerja atau buruh lajang untuk dapat hidup layak baik secara fisik, non fisik dan sosial, untuk kebutuhan 1 (satu) bulan. KHL berisikan sejumlah komponen yang diatur dan ditetapkan dalam Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pemerintah menetapkan standar KHL sebagai dasar dalam penetapan kebijakan Upah Minimum Regional seperti yang diatur dan ditetapkan dalam pasal 88 ayat 4. Lebih jauh mengenai ketentuan KHL, diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 17 tahun 2005 tentang Komponen dan Pentahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak. Namun, Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 17 tahun 2005 direvisi oleh Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 13 tahun 2012. Adapun penambahan yang terdapat pada Standar KHL ialah sebagai berikut :

1. Ikat Pinggang/Sabuk
2. Kaos Kaki
3. Deodorant 100 ml/gr
4. Seterika 250 watt
5. Rice Cooker ukuran ½ liter
6. Celana Pendek
7. Pisau Dapur
8. Semir & Sikat Sepatu
9. Rak Piring portable plastic
10. Sabun Cuci Piring (colek) 500 gr per bulan
11. Gayung Plastik ukuran sedang
12. Sisir
13. Ballpoint/Pensil
14. Cermin ukuran 30cm x 50cm

Selain penambahan 14 jenis baru KHL tersebut, juga terdapat penambahan/penyesuaian jenis kuantitas & kualitas KHL serta perubahan jenis kebutuhan. Berikut ini akan saya sampaikan komponen-komponen yang ada di dalam Standar KHL.

Standar KHL terdiri dari :

• Makanan & Minuman (11 items)
• Sandang (13 items)
• Perumahan (26 items)
• Pendidikan (2 items)
• Kesehatan (5 items)
• Transportasi (1 item)
• Rekreasi & Tabungan (2 items)

Berikut saya sampaikan komponen-komponen Standar Kebutuhan Hidup Layak berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 13 tahun 2012 :

No	Komponen			Kualitas/Kriteria		Jumlah Kebutuhan
I	MAKANAN & MINUMAN
	Beras Sedang			Sedang		kg
	Sumber Protein :
	Daging			Sedang		kg
	Ikan Segar			Baik		kg
	Telur Ayam			Telur Ayam Ras		1kg
	Kacang-kacangan : Tahu/Tempe			Baik		4.5 kg
	Susu Bubuk			Sedang		0.9 kg
		Gula Pasir	Sedang		3 kg
		Minyak Goreng	Curah		2 kg
		Sayuran	Baik		7.2 kg
		Buah-buahan (setara pisang/papaya)	Baik		7.5 kg
		Karbohidrat lain (setara tepung terigu)	Sedang		3 kg
		The atau Kopi	Celup/Sachet		4 Dus isi 25 = 75 gr
		Bumbu-bumbuan	Nilai 1 s/d 10		15%
		JUMLAH
II		SANDANG
		Celana Panjang/Rok	Katun/sedang		6/12 potong
		Celana Pendek	Katun/sedang		2/12 potong
		Ikat Pinggang/Sabuk	Kulit sintetis, polos, tidak branded		1/12 buah
		Kemeja Lengan Pendek/Blouse	Setara katun		6/12 potong
		Kaos Oblong/BH	Sedang		6/12 potong
		Celana Dalam	Sedang		6/12 potong
		Sarung/Kain Panjang	Sedang		1/12 helai
		Sepatu	Kulit sintetis		2/12 pasang
		Kaos Kaki	Katun, polyester, polos, sedang		4/12 pasang
		Perlengkapan Pembersih Sepatu :
		Semir Sepatu	Sedang		6/12 buah
		Sikat Sepatu	Sedang		1/12 buah
		Sandal Jepit	Karet		2/12 pasang
		Handuk Mandi	100cm x 60cm		2/12 potong
		Perlengkapan Ibadah :
		Sajadah	Sedang		1/12 potong
		Mukena	Sedang		1/12 potong
		Peci,dll	Sedang		1/12 potong
		JUMLAH
III		PERUMAHAN
		Sewa Kamar	Dapat menampung jenis KHL lainnya		1 bulan
		Dipan/Tempat Tidur	No. 3 polos		1/48 buah
		Perlengkapan Tidur :
		Kasur Busa	Busa		1/48 buah
		Bantal Busa	Busa		2/36 buah
		Spei dan Sarung Bantal	Katun		2/12 set
		Meja dan Kursi	1 Meja/4 Kursi		1/48 buah
		Lemari Pakaian	Kayu Sedang		1/48 buah
		Sapu	Ijuk Sedang		2/12 buah
		Perlengkapan Makan :
		Piring Makan	Polos		3/12 buah
		Gelas Minum	Polos		3/12 buah
		Sendok Garpu	Sedang		3/12 pasang
		Ceret Aluminium	Ukuran 25 cm		1/24 buah
		Wajan Aluminium	Ukuran 32 cm		1/24 buah
		Panci Aluminium	Ukuran 32 cm		2/24 buah
		Sendok Masak	Aluminium		1/12 buah
		Rice Cooker ukuran ½ liter	350 watt		1/48 buah
		Kompor & Perlengkapannnya :
		Kompor 1 Tungku	SNI		1/24 buah
		Selang & Regulator	SNI		10 liter
		Tabung Gas 3 kg	Pertamina		1/60 buah
		Gas Elpiji	Masing-masing 3 kg		2 tabung
		Ember Plastik	Isi 20 liter		2/12 buah
		Gayung Plastik	Sedang		1/12 buah
		Listrik	900 Watt		1 bulan
		Bola Lampu Hemat Energi	14 Watt		3/12 buah
		Air Bersih	Standar PAM		2 meter kubik
		Sabun Cuci Pakaian	Cream/Detergent		1.5 kg
		Sabun Cuci Piring/Colek	500 gr		1 buah
		Setrika	250 watt		1/48 buah
		Rak Portable Plastik	Sedang		1/24 buah
		Pisau Dapur	Sedang		1/36 buah
		Cermin	Ukuran 30cm x 50cm		1/36 buah
		JUMLAH
IV		PENDIDIKAN
		Bacaan/Radio	Tabloid/4 Bands		4 buah / (1/48)
		Ballpoint/Pensil	Sedang		6/12 buah
		JUMLAH
V		KESEHATAN
		Sarana Kesehatan
		Pasta Gigi	80 gr		1 tube
		Sabun Mandi	80 gr		2 buah
		Sikat Gigi	Produk lokal		3/12 buah
		Shampo	Produk lokal		1 botol 100 ml
		Pembalut/Alat Cukur	Isi 10		1 Dos/set
		Deodorant	100 ml/g		6/12 botol
		Obat Anti Nyamuk	Bakar		3 Dos
		Potong Rambut	Di tukang cukur/salon		6/12 kali
		Sisir	Biasa		2/12 buah
		JUMLAH
VI		TRANSPORTASI
		Transportasi Kerja & Lainnya	Angkutan umum		30 hari (PP)
		JUMLAH
VII		REKREASI & TABUNGAN
		Rekreasi	Daerah sekitar		2/12 kali
		Tabungan	(2% dari nilai 1 s/d 59)		2%
		JUMLAH
		JUMLAH (I+II+III+IV+V+VI+VII)

Bagaimana Mekanisme Proses Penetapan Kebijakan Upah Minimum Regional Berdasarkan Standar KHL?

• Ketua Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota membentuk tim survey yang anggotanya terdiri dari unsur tripartit:  perwakilan serikat pekerja, pengusaha, pemerintah, dan pihak netral dari akademisi.
• Standar KHL ditetapkan dalam Kepmen No. 13 tahun 2012, berdasarkan standar tersebut, tim  survey Dewan Pengupahan melakukan survey harga untuk menentukan nilai harga KHL yang nantinya akan diserahkan kepada Gubernur Provinsi masing-masing.
• Survey dilakukan setiap satu bulan sekali dari bulan Januari s/d September , sedang untuk bulan Oktober s/d Desember dilakukan prediksi dengan membuat metode least square. Hasil survey tiap bulan tersebut kemudian diambil rata-ratanya untuk mendapat nilai KHL.
• Nilai KHL ini akan digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam penetapan upah minimum yang berlaku bagi pekerja/buruh dengan masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun. Upah bagi pekerja dengan masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih dirundingkan secara bipartit antara pekerja atau serikat pekerja dengan pengusaha di perusahaan yang bersangkutan.
• Berdasarkan nilai harga survey tersebut, Dewan Pengupahan juga mempertimbangkan factor lain : produktivitas, pertumbuhan ekonomi, usaha yang paling tidak mampu, kondisi pasar kerja dan saran/pertimbangan dari Dewan Pengupahan Provinsi/Kabupaten/Kotamadya.
• Gubernur nantinya akan menetapkan besaran nilai upah minimum. Penetapan Upah Minimum ini dilakukan 60 hari sebelum tanggal berlakunya yaitu setiap tanggal 1 Januari.

Apa Perbedaan UMP (Upah Minimum Provinsi) dengan UMK (Upah Minimum Kota/Kabupaten)?

Upah minimum regional / UMP ditahun 2015 bila kita lihat berdasar daftar dibawah ini telah mengalami kenaikan yang beragam. UMR bila didasarkan Permenaker No. 1 Tahun 1999 tentang Upah Minimum Regional, dibagi menjadi 2 yaitu UMR tingkat I yang berada di Propinsi dan UMR tingkat II di Kota/ Kabupaten. Namun dengan adanya Kepmenakertrans No. 226 Th 2000, UMR tingkat I telah dirubah namanya menjadi Upah Minimum Propinsi (UMP); dan UMR tingkat II diubah menjadi Upah Minimum Kabupaten/ Kota (UMK).

Yah, tau sendirilah kalau  Upah Minimun Regional itu merupakan standar minimal pengupahan oleh pengusaha kepada seluruh karyawannya berdasar pada ketetapan di suatu daerah tertentu. Jadi bila di Propinsi Jawa Timur misalnya, maka standarisasi upahnya mengikuti UMP JATIM. Begitu juga apabila kita tinggal di Kota Surabaya contohnya, maka kita patuh pada UMK Surabaya.

Trus bedanya apa antara UMP dan UMK itu, kan kalo saya tinggal di Surabaya masuk UMK Surabaya juga masuk UMP JATIM? Bedanya ya pada ketetapan upahnya. UMP merupakan patokan bagi pemerintah Kota / Kabupaten untuk menetapkan UMK. Jumlah dari UMK selalu lebih besar dari UMP dan setiap Kota / Kabupaten memiliki nilai yang berbeda dengan kota / kabupaten lainnya walau dalam satu propinsi. Contoh: UMP JATIM = Rp 1.850.000; UMK Surabaya = Rp 2.200.000; UMK Madiun = Rp 1.750.000; UMK Magetan = Rp 1.550.000, tentunya perbedaan tersebut didasarkan pada sejumlah indikator, yakni pertumbuhan ekonominya; kebutuhan hidup pekerja; daya beli; tingkat inflasi; dan juga kemampuan perusahaan di daerahnya masing-masing.

Penerapan Upah Minimum Regional (UMP & UMK)

Nah, dari uraian diatas tentunya sobat mengerti semua bahwa yang kita gunakan ketika ditawarkan upah ataupun menawarkan upah ke suatu tempat kerja, yang kita gunakan adalah UMK. Tempat kerjanya itu bentuknya apapun ya. Mau dia PT kek, CV kek, Koperasi kek, bahkan usaha pribadi juga tetap harus memenuhi standarisasi upah demikian. Bila suatu perusahaan atau usaha pribadi seseorang tidak bisa memberikan upah dengan jumlah demikian, maka pimpinannya harus harus bersepakat dengan pekerja atau serikat kerja di tempat usaha tersebut, kemudian mengajukan kesepakatan tersebut kepada gubernur untuk disetujui. Bila tidak disetujui maka, tempat usaha tersebut harus mematuhi UMK. Bila disetujui, maka harus diingat kurun waktu penangguhan jumlah upah yang ditetapkan gubernur. Bila telah melewati batas waktu tersebut, maka kemabali harus patuh pada UMK. Bila ada pengusaha yang nakal, silahkan saja laporkan ke DPRD karena itu memang tugas mereka untuk mengawasi pelaksanaan kebijakan pemerintah ini.

Yang perlu diketahui bahwa Upah dan Gaji itu berbeda ya. Gaji adalah bagian dari Upah, sedangkan Upah didalamnya terdapat komponen gaji dan tunjangan tetap. Karenanya kalau minta gaji sebesar upah minimum regional, tentunya salah. Mintalah rincian upah berupa gaji dan tunjangan-tunjangan tetapnya, yang jumlahnya adalah minimal sama dengan UMK. Oh ya, UMK ini hanya untuk pegawai yang kerjanya kurang dari satu tahun ya. Setelah lewat tahun pertama, silahkan disepakati berapa upah yang terbaik.

Hubungan antara UMR & atau dengan Gaji Pokok

Permen (Peraturan Pemerintah) No. 1 tahun 1999 ayat 1 tentang pengertian upah minimum
Upah Minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap.
pengertian termasuk tunjangan tetap itu adalah jika upah komponennya terdiri dari upah pokok (basic salary + tunjangan tetap).
jika hanya upah pokok saja (tanpa ada tunjangan) istilah lain : All In, maka upah pokok itu tidak boleh juga dibawah UMR.

UMR dari gaji kotor adalah pembayaran yang diberikan dari perusahaan kepada karyawan sebagai kompensasi kerjanya dan diperhitungkan berikut tunjangan-tunjangan karyawan, seperti uang makan, transport, kesehatan, dan lain-lain. UMR ini disebut gaji kotor karena gaji pokoknya sudah termasuk dengan tunjangan tersebut, sehingga ketika diperhitungkan dengan potongan tunjangan tersebut maka net yang didapat menjadi kecil. Biasanya perhitungan gaji kotor sebagai UMR digunakan oleh badan usaha menengah ke bawah, seperti toko, warnet, rumah makan, dsb.

UMR dari gaji bersih adalah  pembayaran yang diberikan dari perusahaan kepada karyawan sebagai kompensasi kerjanya, tetapi tidak termasuk tunjangan-tunjangan karyawan, seperti uang makan, transport, kesehatan, dan lain-lain. UMR ini disebut gaji bersih karena gaji pokoknya tidak termasuk tunjangan karyawan, sehingga kalau diperhitungkan dengan tunjangan maka besar gaji yang diterima karyawan di atas UMR. Perhitungan gaji bersih sebagai UMR biasanya digunakan oleh badan usaha menengah ke atas, seperti Perusahaan Telekomunikasi, Perbankan, Departemen Store, dsb.

Apakah Gaji yang Diterima Tiap Bulan/(Take Home Pay) (Gaji Pokok + Tunjangan Tetap + Tunjangan Tidak Tetap) Setara dengan Upah Minimum Regional?

TIDAK! Apabila kita merujuk ke Pasal 94 Undang-Undang (UU) no.13 tahun 2003 tentang Tenaga Kerja, komponen Upah Minimum Regional hanya terdiri dari gaji pokok dan tunjangan tetap. Tunjangan tidak tetap tidak termasuk dalam komponen Upah Minimum Regional. Besarnya gaji pokok sekurang-kurangnya harus sebesar 75 % dari jumlah Upah Minimum Regional.

UPAH MINIMUM REGIONAL = GAJI POKOK (75% dari Upah Minimum Regional) + TUNJANGAN TETAP  (25% dari Upah Minimum Regional).

Contoh : Upah Minimum Provinsi (UMP) Jawa Timur sebesar Rp. 1.500.000 Apabila bekerja di Surabaya, perusahaan dilarang membayar pekerja tersebut dengan upah yang lebih rendah dari Rp 1.500.000. Perusahaan juga harus memberikan gaji pokok sekurang-kurangnya 75% dari Rp. 1.500.000 yakni sebesar Rp. 1.125.000, jadi apabila gaji keseluruhan ialah Rp. 2.000.000 (yang notabene lebih besar dari UMP Jawa Timur) akan tetapi gaji pokok Anda hanya sebesar Rp. 1.100.000 (kurang dari 75% UMP Jawa Timur) maka Anda telah dibayar dibawah Upah Minimum Provinsi (UMP) Jawa Timur di Kota Surabaya.

Pada prakteknya, sering kali jumlah tunjangan menjadi lebih besar dari gaji pokok yang diterima oleh seorang pekerja. Karena tunjangan yang diberikan besar maka jumlah gaji keseluruhan (take home pay) dirasa telah melebihi upah minimum, padahal upah minimum hanya terdiri dari gaji pokok + tunjangan tetap saja dimana tunjangan tidak tetap bukanlah variable yang termasuk dalam proses kalkulasi gaji keseluruhan.

Regulasi dalam Upah Minimum Regional (UMP & UMK)

Untuk memastikan upah yang layak bagi para buruh dan menjamin keberlangsungan kegiatan usaha di Indonesia, maka pemerintah membuat serangkaian regulasi yang mengatur system dan mekanisme pengupahan di Indonesia. Regulasi pengupahan tersebut pada dasarnya terdiri dari 2 (dua) bagian pokok, yakni :

1. Regulasi terkait mekanisme penetapan upah
2. Regulasi terkait perlindungan upah

Regulasi terkait mekanisme penetapan upah diatur dalam Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dengan system sebagai berikut :

• Penetapan upah minimum di tingkat provinsi & kabupaten/kota/kotamadya
• Penetapan upah melalui kesepakatan/perundingan kolektif
• Penetapan stuktur & skala upah
• Peninjauan upah secara berkala

Regulasi terkait perlindungan upah diatur dalam Undang-Undang No. 13 tahun 2003 pasal 88 ayat 2 tentang Ketenagakerjaan yang berbunyi :

Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh.

Selain diatur dalam Undang-Undang, pemerintah juga membuat aturan pelaksana dalam bentuk peraturan pemerintah (perpem), keputusan menteri (kepmen) maupun juga peraturan menteri (permen).

Sanksi Bagi Perusahaan yang Melanggar Ketentuan Penetapan Kebijakan UMR (UMP & UMK)

Sesuai dengan Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pegusaha yang tidak membayarkan upah sesuai ketentuan UMP dianggap sebagai pelaku kejahatan dengan ancaman sanksi penjara dari satu hingga empat tahun dan denda minimal Rp100 juta dan maksimal Rp400 juta. UMP yang ditetapkan merupakan gaji pokok bagi pekerja yang masih belum menikah dan punya masa kerja 0-12 bulan. Dalam hal komponen upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap maka besarnya upah pokok sedikit-dikitnya 75 % (tujuh puluh lima perseratus) dari jumlah upah pokok dan tunjangan tetap.

Apa Saja Faktor-Faktor Penyebab Kenaikan Upah Minimum Regional (UMP & UMK)?

Keputusan Menaker Drs Abdul Latief sangat mungkin tidak 
menyenangkan kalangan karyawan di provinsi ini. Penetapannya 
tentang kenaikan upah minimum regional (UMR) untuk tahun ini 
sebesar 10,07 persen jauh di bawah angka yang telah disetujui oleh 
Gubernur Soewardi 14,7 persen. Angka itu lebih jauh lagi dibanding 
yang diusulkan oleh Ketua FSPSI Jateng Tambah Soedjio sebesar 15 
persen. Dengan usulan itu UMR tahun ini diharapkan naik menjadi Rp 
117.300. Dengan persentase yang diputuskan Menaker, berarti UMR di 
provinsi ini bakal naik Rp 11.000/bulan, dari Rp 102.000/bulan 
menjadi Rp 113.000/bulan. Jauh lebih rendah lagi dibandingkan UMR 
yang diusulkan oleh Komisi Penelitian Pengupahan Daerah (KPPD) 
Jateng, yang menetapkan dua kemungkinan. Naik menjadi 
Rp 119.000/bulan atau Rp 121.000/bulan. 
      
Ketika menjelaskan keputusannya, Menaker mengemukakan kenaikan 
itu ditetapkan berdasarkan perhitungan komponen kebutuhan hidup 
minimum (KHM) yang diperkirakan 3.000 kalori/hari, dengan 
mempertimbangkan pula angka inflasi setempat. Prosesnya dilakukan 
sesuai dengan undang-undang dan ketentuan-ketentuan tentang 
pengupahan lainnya yang berjalan cukup demokratis. Mulai dari 
usulan pihak paling bawah yang terdiri atas unsur-unsur wakil 
FSPSI, Depnaker, dan pengusaha (Apindo) yang semuanya tergabung 
dalam Tripartit. Kecuali itu juga sudah melalui pembahasan oleh Tim 
Penelitian Pengupahan Daerah sehingga hasilnya diharapkan sudah 
sangat objektif, memperhatikan kepentingan semua pihak terkait. 
Hasil pembahasan dengan persetujuan Gubernur disampaikan kepada 
Menaker yang akan memberikan keputusan terakhir. Setelah melalui 
proses cukup panjang dan menjelimet, maka jadilah angka terakhir. 
      
Berbagai jenis perusahaan di provinsi ini mempunyai perkembangan 
saling berbeda. Ada yang sudah mampu memberi upah jauh di atas 
angka minimum, tetapi sebaliknya tak sedikit yang belum bisa 
melaksanakan. Kalau toh dipaksa melaksanakan dapat terancam gulung 
tikar. Pelaksanaan UMR tahun lalu Rp 102.000 memberi pengalaman 
sangat beragam. Di lingkungan perusahaan yang belum mampu 
melaksanakan ketentuan itu banyak yang dilanda keributan akibat 
munculnya tuntutan pekerja. Ada pengusaha yang mengajukan penundaan 
kepada pemerintah, ada yang belum mampu melaksanakan tetapi 
diam-diam saja. Keduanya sama-sama tidak menguntungkan pekerja. 
Dengan mengajukan permohonan penundaan yang memang dimungkinkan 
oleh peraturan, pada hemat kita masalahnya menjadi lebih terbuka. 
Alasan-alasannya bisa diteliti secara objektif. 
      
Ada dua hal lagi yang menyebabkan upah minimum yang diterima 
pekerja meskipun sudah naik masih dirasa terlalu rendah. Pertama, 
kenaikan itu masih dilandaskan kepada kebutuhan fisik minimum (KFM) 
karyawan lajang, bukan kebutuhan hidup minimum (KHM). Menurut 
catatan UMR 1996 secara rata-rata nasional mencapai 92,49 persen 
dari KHM. Kenaikan tahun ini meningkatkan persentase itu menjadi 
95,32 persen. Cuma 4,68 persen saja kekurangannya dari KHM 
sepenuhnya. Angka kekurangan itu tampak kecil, tetapi sangat besar 
nilainya kalau diperbandingkan dengan angka-angka perbedaan 
persentase kenaikan yang diusulkan oleh Apindo, FSPSI, KPPD Jateng, 
yang disetujui Gubernur untuk diusulkan kepada Menaker dan 
keputusan final dari Menteri. Apalagi jika dibandingkan dengan 
harga kebutuhan hidup sehari-hari. 
      
Kedua, angka yang ditetapkan oleh Menaker belum tentu bisa 
menutup inflasi yang bakal terjadi tahun mendatang. Dibanding 
inflasi tahun ini yang tercatat sekitar 7 persen, kenaikan itu 
cukup tinggi. Tetapi akan tertinggal lagi oleh kenaikan inflasi 
tahun ini. Dan harus dicatat, dalam RAPBN yang diajukan Presiden 
Soeharto tanggal 6 Januari lalu diisyaratkan akan ada kenaikan gaji 
pegawai negeri sipil, pensiunan, dan ABRI. Angka kenaikan itu kini 
masih dibahas oleh DPR. Sudah bisa dipastikan bahwa kenaikan itu 
akan terjadi. Pertimbangan pokoknya adalah akan diselenggarakannya 
Pemilu yang akan datang, selain pertimbangan kesejahteraan pegawai 
memang harus terus-menerus diperbaiki sesuai dengan kemampuan 
keuangan negara. Yang sudah dipastikan lagi, kenaikan itu bakal 
disertai bahkan didahului oleh kenaikan harga kebutuhan 
sehari-hari. 
      
Berbagai kenaikan terakhir itu bahkan makin memperkecil lagi arti 
kenaikan UMR yang akan berlaku mulai April mendatang. Faktor-faktor 
tersebut akan sangat memperlemah daya beli kaum pekerja umumnya. 
Tetapi toh segalanya tidak bisa diubah lagi. Bahkan sangat mungkin 
masih tetap banyak perusahaan yang belum mampu melaksanakan UMR 
baru itu. Menurut Ketua FSPSI Jateng, Tambah Soedjio, tahun lalu 
dari 44.564 perusahaan dengan 25 pekerja atau lebih di seluruh 
Indonesia, yang mengajukan penundaan 365, yang disetujui 269. 
Sangat mungkin masih ada lagi perusahaan yang tidak melaksanakan 
UMR secara diam-diam. Tidak mengajukan permohonan penundaan kepada 
pemerintah. Untuk mencegah hal-hal yang merugikan pekerja itu, 
adanya pengawasan terhadap pelaksanaan UMR baru yang masih di bawah 
KHM itu sangat penting. Setidak-tidaknya agar segala sesuatunya 
berjalan sesuai dengan ketentuan.

Reaksi Buruh terhadap Upah Minimum Regional (UMP & UMK)

Pada awal bulan Maret 2013 ada sebuah kicauan yang berasal dari akun detik.com  di twitter. Pada timeline akun tersebut tertulis sebuah kalimat, “Waspada! Para buruh hari ini akan turun ke jalan.” Kalimat ini sangat jauh dari standar bahasa Indonesia yang baik dan benar apalagi sampai memenuhi syarat-syarat logika yang lurus. Apa yang dimaksud dengan turun ke jalan? Mengapa harus waspada terhadap para buruh?

Kalimat itu dituliskan oleh seseorang tidak sembarangan. Bagi masyarakat yang selalu update mengikuti berita terkini, kalimat ini sangat jelas maksudnya walaupun secara implisit. Kalimat para buruh turun ke jalan maksudnya adalah mereka (para buruh) mogok kerja kemudian melakukan orasi di jalanan, lalu pertanyaan mengapa harus waspada dapat dijawab, karena jika para buruh berorasi di jalanan, maka dapat dipastikan lalu lintas ibukota akan terhambat, yang artinya adalah jalanan akan macet total karena banyak jalanan yang diblokir oleh para buruh.

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah apa yang diorasikan oleh para buruh? Apa yang diperjuangkan oleh mereka? Apa yang menjadi tuntutan mereka? Siapa yang mereka tuntut?

Persoalan yang menjadi buah bibir sejak lama adalah persoalan mengenai upah buruh. Berkali-kali para buruh melakukan demonstrasi yang memperjuangakan upah mereka. Puncaknya pada semester dua tahun 2012 dimana gerakan demonstrasi terjadi di berbagai kota, terlebih di daerah-daerah industri Jakarta, Tangerang dan Bekasi. Mereka menuntut agar perusahaan membayarkan upah minimal yang ditetapkan pemerintah regional. Alasannya adalah karena selama ini banyak perusahaan yang tidak membayar upah kepada para buruhnya sesuai dengan Upah Minimal Regional (UMR) yang di tetapkan.

Apa yang anda pikirkan mengenai uang sebesar Rp. 2.200.000 (dua juta dua ratus ribu rupiah) selama satu bulan? Jawaban bisa sangat beragam, ada yang mengatakan uang sebesar itu hanya untuk makan satu orang. Lain orang mengatakan hanya cukup untuk pemenuhan tagihan pulsa sebulan, lain lagi mengatakan hanya cukup untuk membayar uang sekolah seorang anak, dan masih banyak lagi jawaban yang mungkin masih dapat kita bayangkan.

Tetapi, apa jadinya apabila kita menanyakan pertanyaan yang sama kepada masyarakat buruh yang tinggal di daerah industri Bekasi, Tangerang, Bogor dan Jakarta? Ketika harga kebutuhan pokok semakin meningkat, mereka harus mengatur uang sebesar itu untuk semua keperluan yang mereka butuhkan. Bagi para buruh yang belum menikah, uang sebesar itu masih dirasa cukup untuk memenuhi kebutuhan, tetapi apabila buruh tersebut sudah berkeluarga, pastinya uang sebesar itu digunakan untuk keperluan semua anggota keluarga.    

Pemerintah telah menetapkan upah minimum regional (UMR) daerah Jakarta pada tahun 2013 sebesar Rp. 2.200.000. Penetapan yang dibuat oleh Dewan Pengupahan DKI ini berada di atas Kebutuhan Hidup Layak (KHL) di DKI Jakarta sebesar Rp. 1.978.000. Penetapan UMR ini berlaku juga di daerah Tangerang, Bekasi, dan Bogor yang menjadi pusat-pusat industri.

Menjamurnya kawasan industri ini memiliki kelebihan yaitu munculnya lapangan kerja yang cukup luas bagi masyarakat. Kelebihan ini membantu Indonesia untuk mengatasi masalah pengangguran. Industri membuat masyarakat masuk ke sektor formal, masuk ke sistem kerja yang baik, mengenal masyarakat lain, masuk peradaban baru, mengenal teknologi baru, mendapatkan pelatihan, dan mendapatkah gaji tetap.

      Dengan upah yang minimal tersebut, jangan kita menanyakan masalah mengenai pemenuhan kebutuhan dasar apalagi kesehatan. Banyak para buruh tinggal di kontrakan yang tidak memenuhi standar kesehatan. Urusan kesehatan saja sudah sulit apalagi masalah masa depan. Bagaimana nasib mereka, apalagi anak-anak mereka? Kedua masalah ini menjadi sangat serius bagi mereka. Upah yang mereka terima hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan harian mereka, sehingga kesempatan menabung untuk masa depan sangat kecil kemungkinannya.

Permasalahan yang sekarang muncul adalah, jika keadaan mereka seperti ini sedemikian buruk, mengapa mereka tetap tinggal dan bertahan dengan menjadi buruh di Tangerang, Bekasi, Bogor, dan Jakarta? Jawabannya dengan mudah ditebak, tidak ada pilihan lain yang dapat mereka pilih. Tidak mungkin bagi mereka mendapatkan pekerjaan di kampung halaman mereka sendiri apalagi niat untuk berwiraswasta.

Di Lihat dari Sisi Para Buruh :

Mulai Januari 2013, pemerintah menetapkan upah minimal regional untuk DKI Jakarta sebesar Rp. 2.200.000 (dua juta dua ratus ribu rupiah). Artinya para buruh menikmati upah minimum yang baru. Upah yang sudah ditetapkan itu lebih besar dari pada Kebutuhan Hidup Layak (KHL) di DKI Jakarta.  Namun, ternyata angka yang ditetapkan tersebut masih jauh dibawah tuntutan para buruh pada saat orasi di jalanan, tetapi bagi mereka kanaikan UMR tahun 2013 cukup untuk melegakan hati.

Tuntutan buruh mengenai upah dilandasi fakta bahwa selama kurang lebih lima tahun, nilai UMR DKI Jakarta kerap berada di bawah angka Kebutuhan Hidup Layak seorang pekerja. Berdasarkan catatan Forum Buruh Jakarta, survei KHL tahun 2009 menyebutkan bahwa KHL pekerja sebesar Rp. 1.315.000, namun UMR yang ditetapkah sebesar Rp. 1.069.000. Pada tahun 2010 angka KHL Rp. 1.317.000, UMR yang ditetapkan Rp. 1.118.000 dan pada tahun 2011 angka UMR sebesar Rp. 1.290.000 yang hanya memenuhi 92 persen dari KHL. Sedangkan pada tahun 2013, penetapan UMR mencapai 112 persen dari angka KHL DKI Jakarta sebesar Rp. 1.978.000 tetapi masih lebih rendah dari pada tuntutan para buruh.

Penetapan UMR Jakarta dan sekitarnya ini masih tetap saja menjadi masalah yang cukup sensitif di dunia perburuhan walaupun kita harus melihat kembali akar masalahnya. Ada berbagai macam alasan mengapa upah sebesar itu pun masih dipertentangkan, misalkan harga kebutuhan pokok (sandang, papan, pangan) yang dibutuhkan oleh seorang/keluarga buruh di Jakarta semakin meningkat, gaya hidup para buruh yang tidak sesuai dengan kemampuannya, ataupun juga disebabkan oleh oknum-oknum yang memainkan upah para buruh tersebut. Kita tidak tahu pasti alasan tepatnya, tetapi setidaknya kita memahami mengapa para buruh masih terus berusaha untuk memperjuangkan upah mereka.

Di Lihat dari Sisi Para Pengusaha :

  Dilain pihak muncul reaksi atas penetapan kenaikan Upah Minimum Regional Jakarta dan sekitarnya. Reaksi itu datang dari Kamar Dagang dan Industri (KADIN) yang mengatakan besaran angka UMR Jakarta sangat tidak rasional dan memberatkan pengusaha. Alasan tersebut diungkapkan karena kenaikan tersebut beggitu tinggi sehingga perusahaan tidak mampu membayarnya. Wakil Ketua KADIN mengungkapkan bahwa ketetapan itu harus dikaji ulang karena apabila ketetapan itu tetap dijalankan maka akan membahayakan pengusaha kecil dan menengah. Bukan tidak mungkin para pengusaha itu gulung tikar karena tidak sanggup menanggung beban produksi di Jakarta.

      Pandangan lain juga mengatakan bahwa kenaikan UMR Jakarta akan diikuti oleh kenaikan upah semua buruh lain yang sudah memiliki upah di atas UMR. Selain itu pajak penghasilan dan iuran Jamsostek yang dibayar perusahaan secara otomatis juga akan meningkat. Beban gaji ini sekiranya sungguh memberatkan para pengusaha yang sedang bergeliat, terutama pengusaha kecil dan menengah. Ditambah lagi dengan terus naiknya beban listrik dan beban bahan bakar yang terus merangkak naik. Tetapi dilain sisi, banyak juga perusahaan yang sudah memenuhi ketetapan UMR Jakarta tersebut.

Fakta di Lapangan :

 Ketegangan antara kaum buruh dan perusahaan nampaknya tidak pernah akan usai. Tetapi lagi-lagi kaum buruh selalu kalah dalam ketegangan tersebut. Walaupun dikatakan bahwa Pemerintah sudah menetapkan UMR yang sesuai dengan buruh tetapi keberpihakan berada pada para pengusaha.

      Banyak perusahaan yang tidak memenuhi UMR Jakarta dengan alasan kekurangan pendapatan produksi yang masih dibiarkan oleh pemerintah, atau malahan para pengusaha itu memakai sistem kontrak kerja yang mungkin lebih menyengsarakan daripada kasus upah buruh. Disisi lain, perusahaan yang sudah memenuhi UMR Jakarta pun tidak lepas dalam ketegangan dengan kaum buruh. Perusahaan yang sudah memenuhi UMR ini sering memperlakukan para buruhnya dengan tidak manusiawi. Alasan yang diberikan cukup logis yaitu bahwa perusahaan telah memenuhi kewajibannya, maka tidak salah apabila buruh pun harus memenuhi kewajiban mereka. Tuntutan kerja menjadi sangat keras, jam kerja bertambah, dan kesalahan kerja akan berdampak pada pemotongan gaji bahkan sampai caci maki. Lagi-lagi kaum buruh menjadi korban dan seakan-akan tidak memiliki “amunisi” untuk menggugat perusahaan seperti itu. Inilah yang terjadi pada dunia perindustrian di Jakarta, Tangerang, Bogor dan Bekasi, sebuah ketegangan yang tidak pernah berhenti mengorbankan kaum buruh.

Upah untuk karyawan harus disesuaikan dengan pola karyawan tersebut dalam bekerja, sikap dan tingkat kedisiplinan yang tinggi, lama ia bekerja dan lain sebagainya. Pemimpin harus bersikap adil dalam membagi gaji karyawan sesuai dengan kesepakatan diantara pemimpin dan bawahanya. Saat ini banyak sekali kejadian yang cukup memprihatinkan dari kalangan buruh. Upah yang di terima terkadang tidak sesuai dengan apa yang telah di lakukan. Hal ini terjadi karena biaya hidup yang semakin tinggi dan kebutuhan hidup yang semakin tinggi pula. Ditambah kenaikan harga BBM yang belum lama mengakibatkan banyak kontra di tengah-tengah masyarakat.

Protes para buruh terhadap rendah nya upah yang diberikan terkadang tidak sesuai dengan UMR (upah minimum regional). Pelaku bisnis yang curang memanfaatkan hal ini untuk melakukan tindak KKN (kolusi, korupsi dan nepotisme), beberapa faktor diatas yang menyebabkan buruh dan karyawan menuntut hak nya untuk mendapatkan kehidupan yang layak ditengah-tengah kebutuhan hidup yang semakin tinggi. Peran pemerintah dalam kasus seperti ini juga sangat dibutuhkan karena tak sedikit perusahaan yang melakukan kecurangan dengan tidak menyesuaikan UMR.  buruh meminta agar upah yang diberikan disesuaikan dengan UMR dan diharapkan pemerintah menaikan upah minimum regional. Untuk perusahaan yang sukses dalam persaingan produk  hal ini mungkin tidak akan bermasalah karena tingkat penjualan produk mereka tinggi sehingga masih dapat memenuhi keinginan dan hak karyawanya, namun bagaimana dengan para perusahaan kecil yang baru dan sedang dalam tahap perkembangan? Pasti hal ini menjadi masalah yang serius. Kenaikan UMR akan berdampak pada buruh lainya seperti kenek, sopir, maupun salesman yang dikarenakan kenaikan UMR akan menaikan harga jual akan suatu produk dan akan meningkatkan biaya hidup yang semakin mahal. Hal ini juga akan memicu meningkatnya harga lain seperti sewa atau kontrak sebuah rumah.

Dalam bisnis, pengusaha perlu memperhatikan kondisi kerja, upah karyawan dan memberikan privasi serta menyediakan sarana dan prassarana untuk memenuhi hak karyawan. Dalam bab ini akan dibahas lebih tentang upah atau gaji buruh mengenai kenaikan Upah Minimum Regional (UMR). UMR adalah standar minimum yang digunakan oleh pengusaha  atau pelaku industry untuk  memberikan upah kepada pegawai, karyawan atau buruh didalam lingkungan usaha atau kerjanya. Pemerintah mengatur pengupahan melalui mentri tenaga kerja No. 05/Men/1989 tanggal 29 Mei 1989 tentang upah minimum. Satu bulan lalu pemerintah telah mengeluarkan sebuah kebijakan tentang kenaikan Upah Minimum Regional (UMR) maksimum sebesar 20%.

Hal ini menyebabkan para buruh melakukan demo agar pemerintah menaikan UMR efektif sebesar 50%. Rasio biaya distribusi dan transportasi yang biasanya berkisar antara 9-13% dari pemasukan atau sales tergantung kota tujuan ke luar jawa atau tidak. Dari jumlah rasio biaya diatas gaji sopir, kenek atau salesman biasa mencapai 5-6% dari pemasukan, sehingga kenaikan kurang lebih 25% UMR akan menaikan harga jual barang sebesar 1,38%.

Kenaikan UMR berdampak pula terhadapa kenaikan harga jual barang, sewa atau kontrak sebuah rumah, tarif parkir sepeda motor ataupun mobil, biaya distribusi barang dan biaya hidup yang lain. Disisi lain, sejak 4 bulan terakhir jumlah rupiah melemah terhadap USD dari Rp 9,300 menjadi kisaran Rp 10,800 yang menyebabkan nilai tukar rupiah merosot sebesar 16%. Hal ini akan meningkatkan sejumlah harga kendaraan komersial akan naik ke angka 7-10%, rasio biaya penyusutan kendaraan distribusi naik 0,17% dari 2,01 – 2,18% dari pemasukan. Dari ketiga kasus kenaikan biaya diatas akan mendorong kenaikan harga jual sebuah produk dan biaya distribusi.

Untuk menyikapi hal tersebut pengusaha perlu memiliki alternative solusi untuk mengatasi kenaikan biaya distribusi seperti menaikan harga jual suatu produk agar seimbang dan mempertahankan rasio biaya distribusi. Selain itu melalui pengelolaan dan control yang lebih efektif untuk menaikan produktivitas barang ataupun jasa. Dalam hal ini pengusaha harus menggali kreatifitas dalam menciptakan produk yang baru dan meningkatkan kualitas barang tersebut agar konsumen dan para pelanggan lebih tertarik untuk membeli barang atau jasa sehingga menaikan jumlah pemasukan perusahaan serta perusahaan dapat menaikan harga jual suatu produk agar modal dapat bertambah dan perusahaan dapat memenuhi keinganan dan menjalakan peraturan pemerintah mengenai upah minimum regional seperti yang sudah ditetapkan.

Faktor lain yang disebabkan para buruh menuntut kenaikan upah diantaranya :

-          Naiknya harga BBM dari Rp. 6,500 menjadi Rp. 8,500 ,

-          Biaya hidup yang terus meningkat dari waktu ke waktu,

-          Jumlah penduduk yang semakin bertambah,

-          Banyaknya kecurangan seperti KKN

-          Koruptor yang mengkorupsi uang pajak,

-          Biaya sekolah yang semakin mahal,

-          Pengaruh social yang tinggi,

-          dan lain sebagainya.

Disamping itu tingkat persaingan antara pelaku bisnis yang satu dengan yang lain akan terus bertambah dan semakin ketat, pasalnya kenaikan upah minimum regional juga akan berdampak pada faktor pendorong majunya suatu perusahaan. Selain perusahaan yang harus meningkatkan kualitas produk dan menaikan upah pegawainya. Karyawan, buruh dan para pegawai juga perlu meningkatkan kinerjanya agar terjadi keseimbangan dan keselarasan antara kinerja karyawan dengan jumlah upah yang didapat setelah dinaikan. Apabila karyawan bekerja masih sama seperti sebelum upah dinaikan hal ini akan mendatangkan kerugian untuk perusahaan. Perusahaan menanggung semua beban dan biaya dari biaya pembelian bahan, pajak bangunan, biaya iklan, biaya produksi dan lain sebagainya biaya yang mendorong kegiatan bisnis.

Akhir Kata dari Penulis

Setelah mengetahui system, substansi & mekanisme pengupahan buruh maupun persoalan pengupahan buruh oleh pengusaha beserta segudang persoalan yang ada di baliknya saya berpendapat bahwa persoalan tentang upah yang mana dalam pembahasan kali ini ialah Upah Minimum Regional (UMP & UMK) ialah suatu permasalahan yang sangat kompleks. Yang mana artinya Pemerintah yang bertindak sebagai regulator berusaha untuk bersikap adil untuk saling berusaha menyenangkan kedua belah pihak tanpa timpang sebelah antara buruh dengan pengusaha, karena buruh dan pengusaha sejatinya merupakan suatu pasangan yang saling membutuhkan satu sama lainnya. Pengusaha tidak mampu beeoperasi dengan lancer tanpa di dukung oleh tenaga kerja, sebaliknya tenaga kerja membutuhkan lapangan pekerjaan untuk mendapatkan upah demi mencukupi kebutuhan sehari-hari. Maka dari itu peran pemerintah dalam kasus ini pemerintah daerah agar mampu secara bijak efektif dan efisien dalam memutuskan berapa besaran yang dirasa pas bagi kedua belah pihak agar tidak merasa berat sebelah.

Upah Minimum Regional (UMP & UMK) pada dasarnya bak buah simalakama, dimana jika buah itu kita makan maka bapak mati namun jika kita tidak makan maka ibu yang mati. UMR pun seperti itu, jika UMR tinggi maka buruh akan sangat bersuka cita sekali karena mendapat penghasilan yang tinggi namun pihak pengusaha akan merasa terbebani dengan beban gaji buruh yang begitu besar tidak mampu di cover oleh laba perusahaan. Namun jika UMR kita rendahkan maka pengusaha yang bergantian sangat bersuka cita sekali namun buruh tidak akan mau bekerja dan melakukan orasi-orasi di jalan-jalan kota menuntut pemerintah daerah maupun pusat untuk menaikan UMR mereka.

Maka dari itu diperlukanlah sosok gubernur daerah maupun presiden yang kompeten memiliki kapabilitas sebagai seorang pemimpin yang memiliki beragam solusi untuk memecahkan masalah UMR yang tergolong ruwet ini, selain itu juga diperlukan komunikasi public maupun bisnis agar mampu meyakinkan para buruh maupun para pengusaha bahwa keputusan UMR yang sudah ia putuskan benar-benar tepat dan sesuai dengan standar yang berlaku maupun secara konstitusi dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.

Sekian dari penulis mohon maaf jika ada salah kata maupun salah penafsiran mohon dimaklumi, kritik dan saran dari pembaca sangat diterima dan diapresiasi. Terima kasih. 

 Rudy Hadi Moelyono

3203013044